Kamis, 29 Oktober 2009

RUMAH SUSUN



Nama : Okkie Raya Pertiwi

NPM : 17109241

Kelas : 4 KA 18

“PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DI KAWASAN PERKOTAAN”

Pembangunan Rumah Susun di Pulo Gebang, Jakarta Timur

Presiden SBY didampingi Wapres JK hari Selasa (3/4) pagi memimpin rapat terbatas kabinet yang membahas pembangunan rumah susun untuk masyarakat menengah ke bawah. Pemancangan pertama dilakukan hari Kamis (5/4) di Pulo Gebang, Jakarta Timur.

Jakarta: Harga tanah yang semakin mahal dan jumlah penduduk di perkotaan yang semakin padat, memicu pemerintah untuk membangun rumah dengan hunian ke atas berupa rumah susun sederhana. Hal itu disampaikan oleh Menteri Negara Perumahan Rakyat M. Yusuf Asyari kepada wartawan, usai mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Selasa pagi (3/4) pagi.

Sehubungan dengan semakin langka dan mahalnya harga tanah di perkotaan dan efisiensi perkotaan itu sendiri, baik itu dari penyediaan infrastruktur maupun untuk jarak tempuh dari rumah ke kantor yang semakin jauh, pemerintah memutuskan membangun rumah dengan hunian ke atas, rumah susun sederhana. Dengan adanya rumah susun itu efisiensi pemanfaatan lahan menjadi semakin bagus. Oleh karena itu ruang - ruang hijau juga akan semakin tersedia.

Pada rapat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla itu, Meneg Perumahan Rakyat melaporkan persiapan untuk pemancangan pertama rumah susun sejumlah 5 tower secara serentak, yang kedepannya akan dikembangkan menjadi 10 tower, yang akan dilakukan di Pulo Gebang, Jakarta Timur. Pemancangan ini akan dilakukan hari Kamis tanggal 5 April 2007, dimana di Pulo Gebang itu tersedia untuk 10 rumah susun. Sekarang sudah 2 blok rusun sederhana milik Perumnas, dan akan ditambah dengan 10 rumah susun yang lain di sekitarnya. Dijelaskan oleh Meneg, proyek percontohan ditetapkan di DKI Jakarta, Pulo Gebang 10 tower berjumlah 4.066 unit. Di Klender 7 tower, Cipayung 6 tower, Cawang 1 tower, jumlahnya 14 tower terdiri dari 6.596 unit. Di PIK PuloGadung 12 tower, dimana 12 tower ini rumah susun hak milik dan 2 tower rumah susun sewa, dengan total berjumlah 4000 unit. Sedangkan untuk lokasi Marunda yang saat ini sudah ada rumah susun yang dibangun Pemda DKI, akan ditambah dengan 14 tower lagi dengan jumlah 1.380 unit, 5 diantaranya didanai dari APBN Kementrian Perumahan Rakyat, dan 9 tower lainnya Pemda DKI Jakarta. "Selain DKI Jakarta dan sekitarnya atau yang biasa disebut Jabodetabek, ada 9 wilayah lain di Indonesia yang juga menjadi target pembangunan rumah susun sederhana ini. Yaitu Medan, Batam, Palembang, Bandung, Semarang, DIY, Surabaya, Banjarmasin dan Makasar. Kesepuluh wilayah itu kami anggap wilayah - wilayah yang semakin padat dan semakin mahal harga tanahnya, sehingga potensi untuk membangun rumah sederhana sehat untuk tidak bersusun atau landed house itu semakin mahal, kata Yusuf.

Ditegaskan bahwa pembangunan rumah susun sederhana hanya dibatasi pada kesepuluh wilayah tersebut. Kesepuluh lokasi tersebut bukan dalam artian limitatif membatasi hanya 10 wilayah saja, tapi ini merupakan prioritas. Kita dorong betul agar pemerintah daerah juga pro aktif untuk bersama - sama mengupayakan agar kebutuhan rumah susun ini sama - sama bisa dipenuhi. Antara lain dengan menyederhanakan, memurahkan dan mempersingkat biaya biaya perijinan yang selama ini sering masih menjadi keluhan banyak pihak, kata Yusuf.
Sementara Jubir Presiden Andi Mallarangeng mengatakan, Presiden SBY berpesan agar pembangunan ini dapat d
iwujudkan segera, dan diharap pula dalam tahap pertama ini bisa berhasil dengan baik. Presiden memberikan pesan agar pembangunannya segera diwujudkan, dan dalam tahap pertama ini bisa behasil dengan baik dan kemudian diikuti dengan tahap - tahap selanjutnya di Jakarta maupun di kota kota lain di Indonesia. Presiden juga mengingatkan agar sejak awal dari pembangunan rusun ini untuk masyarakat yang berpenghasilan menengah dan bawah, terutama bawah, agar diperhatikan pula ruang ruang terbukanya, ruang hijau yang disertai dengan fasilitas - fasilitas sosial dan rekreasi sehingga perumahan tersebut bisa menjadi tempat hunian yang baik bagi masyarakat yang menempatinya. Tidak perlu menunggu penghuninya ada, tapi direncanakan sejak awal pembangunannya, kata Andi.
Selain Meneg Perumahan Rakyat, rapat terbatas kabinet juga dihadiri beberapa menteri, antara lain Menko Perekonomian Boediono, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menko Polhukam Widodo A.S, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas Paskah Suzetta, Meneg BUMN Sugiharto, Panglima TNI Djoko Suyanto dan Kapolri Jend.Pol Sutanto
.

http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/04/03/1694.html

Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun Di Kawasan Perkotaan Tahun 2007-2011

Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada ditambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat, sementara itu ketersediaan lahan menjadi semakin langka. Kelangkaan ini menyebabkan semakin mahalnya harga lahan di pusat kota, sehingga mendorong masyarakat berpeng-hasilan menengah-bawah tinggal di kawasan pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Kondisi ini menyebabkan meningkatkan biaya transportasi, waktu tempuh, dan pada akhirnya akan menurunkan mobilitas dan produktivitas masyarakat. Sedangkan sebagian masyarakat tinggal di kawasan yang tidak jauh dari pusat aktivitas ekononomi, sehingga menyebabkan ketidak-teraturan tata ruang kota dan dapat menumbuhkan kawasan kumuh baru. Untuk mendekatkan kembali masyarakat berpenghasilan menengah-bawah ke pusat aktivitas kesehariannya dan mencegah tumbuhnya kawasan kumuh di perkotaan, maka direncanakan suatu pembangunan hunian secara vertikal, berupa Rumah Susun (Rusun). Dengan pembangunan Rusun di pusat-pusat kota, dengan intensitas bangunan tinggi, diharapkan dapat mendorong pemanfaatan lahan dan penyediaan PSU yang lebih efisien dan efektif.

Namun semenjak Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) dicanangkan pada tahun 2003, pencapaian pasokan Rumah Susun bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah masih berjalan lambat. Untuk itu diperlukan upaya percepatan pembangunan Rusun, baik milik maupun sewa, yang tidak jauh dari pusat aktivitas masyarakat, khusunya di kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 jiwa.

Diharapkan percepatan pembangunan Rusun ini dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat, peningkatan efisiensi penggunaan tanah sesuai peruntukan dan tata ruang, serta dapat meningkatkan daya tampung, mobilitas, produktivitas, dan daya saing kota.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 Badan Pusat Statistik, menyebutkan bahwa: terdapat 55,0 juta keluarga dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 217,1 juta jiwa. Sebanyak 5,9 juta keluarga belum memiliki rumah. Sementara setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan rumah akibat penambahan keluarga baru rata-rata sekitar 820.000 unit rumah. Pesatnya urbanisasi di kota-kota besar dan metropolitan telah menyebabkan permasalahan ketersediaan lahan bagi perumahan. Akibat langka dan semakin mahalnya tanah di perkotaan, pembangunan perumahan baru layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah cenderung menjauh dari tempat kerja (urban sprawl). Keadaan ini menimbulkan ketidakteraturan penataan ruang dan kawasan, permasalahan mobilitas manusia dan barang, beban investasi dan operasi dan pemeliharaan PSU, penurunan produktifitas kerja, serta berdampak buruk terhadap kondisi sosial dan lingkungan.

Lahan merupakan masalah utama pembangunan perumahan sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan hak dasar rakyat. Terbatasnya lahan perkotaan menyebabkan pemerintah kota dituntut untuk dapat memanfaatkan lahan secara efisiendengan meningkatkan intensitas penggunaannya. Tuntutan akan penggunaan lahan perkotaan cenderung semakin meningkat seiring diterapkannya otonomi daerah. Hal ini antara lain disebabkan Pemerintah Kota dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya ruang dan tanah secara maksimal bagi peningkatan pendapatan daerah, di sisi lain adanya tuntutan masyarakat yang semakin kritis dalam mendapatkan pelayanan umum, termasuk penyediaan sarana dan prasarana sosial, budaya, taman dan ruang terbuka hijau.

Selain langka dan mahalnya harga tanah/lahan di pusat kota untuk pembangunan perumahan serta keterbatasan pasokan Rusun dikarenakan beberapa permasalahan mendasar berupa: beban biaya yang tinggi dalam pengurusan proses perijinan (ijin pemanfaatan ruang, ijin lokasi, sertifikasi tanah, dan ijin mendirikan bangunan); beban pajak; keterbatasan dukungan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU); serta masih tingginya beban bunga pinjaman.

Sedangkan dari sisi permintaan Rusun, masih terkendala antara lain: terbatasnya daya beli masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, terbatasnya penyediaan uang muka, rendahnya kemampuan meminjam akibat tenor pinjaman yang pendek, serta permasalahan sosial dan budaya.

Maksud dan Tujuan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun

Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan Tahun 2007-2011 dimaksudkan sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders)

dalam penyelenggaraan pembangunan Rusun di kawasan perkotaan. Sejalan dengan maksud tersebut, Kebijakan dan Rencana Strategis ini bertujuan untuk :

1) Memberikan arah kebijakan, strategis dan rencana tindak pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan;

2) Menciptakan keterpaduan dan keserasian gerak para pemangku kepentingan dalam pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan; serta

3) Memberikan indikator kinerja pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan.

Pembangunan Rusun bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan Rusun layak huni dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan

dengan penduduk di atas 1,5 juta jiwa, sehingga akan berdampak pada:

1) Peningkatan efisiensi penggunaan tanah, ruang dan daya tampung kota;

2) Peningkatan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan menengah-bawah dan pencegahan tumbuhnya kawasan kumuh perkotaan;

3) Peningkatan efisiensi prasarana, sarana dan utilitas perkotaan;

4) Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing kota;

5) Peningkatan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah.

6) Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Misi dan Kebijakan

Misi dan Kebijakan pembangunan Rusun didasarkan pada sasaran utama pembangunan perumahan yang telah diamanatkan dalam RPJMN Tahun 2004-2009, yakni peningkatan pemenuhan kebutuhan rumah yang layak huni serta peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman.

Pada dasarnya, pembangunan perumahan dan permukiman merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah, sebagai salah satu unsur pemangku kepentingan, bertindak selaku pemberdaya (enabler), pendorong dan fasilitator, untuk penciptaan iklim yang kondusif bagi berlangsungnya pembangunan Rusun perkotaan oleh seluruh pemangku kepentingan. Hal-hal tersebut di atas, maka Misi dan Kebijakan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:

1) Menciptakan iklim yang kondusif bagi percepatan pembangunan Rusun, dengan arah kebijakan:

· menyelenggarakan tata kepemerintahan dan tata kelola perusahaan yang baik;

· mendorong percepatan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan.

2) Meningkatkan pendaya-gunaan sumber daya dan kapasitas pelaku pembangunan, dengan arah kebijakan:

· mendorong peranserta dan kapasitas Pemerintah daerah, badan usaha / masyarakat;

· meningkatkan pendaya-gunaan sumber daya;

· meningkatkan pendaya-gunaan dan pengelolaan rumah susun.

3) Mempercepat pembangunan rumah susun dan meningkatkan kualitas kawasan perkotan, dengan arah kebijakan:

· meningkat pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah;

· meningkatkan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas perkotaan.

Sasaran Pembangunan Rumah Susun

Sasaran pembangunan Rusun tahun 2007-2011, yakni pemenuhan kebutuhan Rusun layak huni sebanyak 1.000 menara atau sekitar 350.000 unit Rusun, dengan harga sewa/jual yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah di kawasan perkotaan yang berpenduduk lebih dari 1,5 juta jiwa. Prioritas utama pembangunan Rusun ditujukan pada kotakota dengan tingkat urbanisasi dan kekumuhan yang tinggi.

Kota-kota yang menjadi prioritas pembangunan, antara lain meliputi: Medan, Batam, Palembang, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, dan Makassar. Selain daripada itu, agar pembangunan Rusun mencapai kelompok sasaran yang dituju, yakni masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, maka diperlukan upaya yang sinergis dan sistematis dari seluruh pemangku kepentingan agar harga jual/sewa Rusun dapat dijangkau oleh kelompok sasaran dimaksud. Melalui berbagai penciptaaan iklim yang kondusif bagi berkembangnya pembangunan Rusun.

Sasaran pembangunan Rusun juga dilakukan melalui pernaikan sistem pasokan, antara lain berupa: fasilitasi pengadaan tanah bagi pembangunan Rusun, berupa percepatan proses pembebasan dan sertifikasi tanah; percepatan proses perijinan; pengurangan/ penangguhan/pembebasan biaya perijinan dan beban pajak, dukungan pembiayaan investasi pembangunan Rusun. Melalui perbaikan dari sisi permintaan, antara lain berupa: peningkatan kapasitas dayabeli dan kapasitas meminjam masyarakat, melalui upaya pemberdayaan masyarakat dan dukungan kebijakan fiskal yang dapat mendorong tumbuhnya pasar Rusun di perkotaan.

Landasan Hukum

Landasan hukum penyusunan Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan Tahun 2007-2011 adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun;

3) Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria;

4) Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;

5) Undang – Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

7) Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

8) Peraturan Presiden RI No 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004 –2009;

9) Keputusan Presiden RI No 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan

10) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat N0. 4 Tahun 2006 tentang Rencana Strategis Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tahun 2005-2009.

Dasar Perencanaan Rumah Susun

Undang-Undang No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun menyebutkan bahwa Rumah Susun adalah: bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian Bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Rusun sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan menengah-bawah. Memerlukan standar perencanaan Rusun sebagai dasar pembangunannya. Standar perencanaan Rusun ini diperlukan agar harga jual/sewa Rusun dapat terjangkau oleh kelompok sasaran yang dituju, tanpa mengurangi asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, keserasian Rusun dengan tata bangunan dan lingkungan kota.

Standar perencanaan Rusun di kawasan perkotaan adalah sebagai berikut:

1) Kepadatan Bangunan

Dalam mengatur kepadatan (intensitas) bangunan diperlukan perbandingan yang tepat meliputi luas lahan peruntukan, kepadatan bangunan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

· Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan/persil, tidak melebihi dari 0.4;

· Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah perbandingan antara luas lantai bangunan dengan luas tanah, tidak kurang dari 1,5;

· Koefisien Bagian Bersama (KB) adalah perbandingan Bagian Bersama dengan dengan luas bangunan, tidak kurang dari 0,2.

2) Lokasi

Rusun dibangun di lokasi yang sesuai rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan, terjangkau layanan transportasi umum, serta dengan mempertimbangkan keserasian dengan lingkungan sekitarnya.

3) Tata Letak

Tata letak Rusun harus mempertimbangkan keterpaduan bangunan, lingkungan, kawasan dan ruang, serta dengan memperhatikan faktor-faktor kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.

4) Jarak Antar Bangunan dan Ketinggian

Jarak antar bangunan dan ketinggian ditentukan berdasarkan persyaratan terhadap bahaya kebakaran, pencahayaan dan pertukaran udara secara alami, kenyamanan, serta kepadatan bangunan sesuai tata ruang kota.

5) Jenis Fungsi Rumah Susun

Jenis fungsi peruntukkan Rusun adalah untuk hunian dan dimungkinkan dalam satu Rusun/ kawasan Rusun memiliki jenis kombinasi fungsi hunian dan fungsi usaha.

6) Luasan Satuan Rumah Susun

Luas sarusun minimum 21 m2, dengan fungsi utama sebagai ruang tidur/ruang serbaguna dan dilengkapi dengan kamar mandi dan dapur.

7) Kelengkapan Rumah Susun

Rusun harus dilengkapi prasarana, sarana dan utilitas yang menunjang kesejahteraan, kelancaran dan kemudahan penghuni dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

8) Transportasi Vertikal

· Rusun bertingkat rendah dengan jumlah lantai maksimum 6 lantai, menggunakan tangga sebagai transportasi vertikal;

· Rusun bertingkat tinggi dengan jumlah lantai lebih dari lantai, menggunakan lift sebagai transportasi vertikal. Agar dapat menurunkan harga sewa dan jual Rusun, pembangunan Rusun juga menerapkan teknologi bahan bangunan dan konstruksi yang memenuhi standar pelayanan

· minimal dari aspek keamanan konstruksi, kesehatan, dan kenyamanan, yang berbasis potensi sumber daya dan kearifan lokal. Pemanfaatan potensi sumber daya dan kearifan lokal ini

· diharapkan dapat mengurangi beban biaya sosial yang terjadi pada saat persiapan, pelaksanaan pembangunan, serta biaya operasi dan pemeliharaan Rusun.

·