Rabu, 11 November 2009

Taman Kota
Udara yang bersih dan segar sudah semakin jarang kita temui di kota besar seperti Jakarta ini. Tingkat polusi udara yang begitu tinggi karena penggunaan bahan bakar yang tidak bijak (asap kendaraan, asap pabrik) menjadi penyebabnya. Berbagai macam virus dan bakteri yang terkandung dalam udara yang tercemar membawa berbagai macam penyakit. Bahaya polutan asap yang mengandung Pb (tibel) juga dikhawatirkan berpengaruh buruk bagi tingkat kecerdasan anak sehingga akan menurunkan kualitas sumber daya manusia.
Polusi udara di luar ruangan dapat menyusup masuk ke dalam ruangan, WHO menyatakan kontirbusi dari polusi udara di dalam ruangan sebagai faktor resiko terpenting nomor delapan dan bertanggung jawab untuk 2,7% dari penyakit. Secara global polusi udara didalam ruangan bertanggung jawab untuk 1,6 juta kematian akibat pneumonia, penyakit paru-paru kronik, kanker paru dan 5 kali lebih besar ancamannya daripada polusi udara luar ruangan. Maka dengan adanya taman kota, selain dapat memberikan keindahan, juga bisa membantu membersihkan udara kotor dengan oksigen yang dilepaskannya.

Berikut beberapa sumber yang menceritakan betapa pentingnya taman kota saat ini khususnya didaerah perkotaan dan masih adakah lahan untuk taman kota?.
Beberapa sumber yang didapat adalah http://pl-itenas.blogspot.com dan Harian Kompas 6 Agustus 2004 listiaji | Oktober 11, 2008.


http://pl-itenas.blogspot.com
Taman kota dapat berfungsi sebagai :
• Paru-paru kota
• Sarana resapan air untuk cadangan air tanah
• Tempat rekreasi sarana bermain dan berolahraga penduduk kota
• Tempat silaturahmi dan berkumpulnya penduduk kota

Tetapi fungsi ini telah banyak dilupakan oleh para pejabat pemberi ijin bangunan. Dari tangan-tangan jahil mereka telah merubah taman-taman kota menjadi kawasan komersial, tempat pengisian bahan bakar, PKL dll.

Dalam UU No 26 tahun 2007 disyaratkan 30 % wilayah kota harus berupa ruang terbuka hijau.
Lihat kreatifitas ibu-ibu yang tinggal di gang X di Jakarta, biar tinggal di Gang tapi tetap hijau dan lestari.





”Kebayoran Baru, Kota Taman Pertama Karya Arsitek Lokal”
Harian Kompas 6 Agustus 2004 listiaji | Oktober 11, 2008
Sejumlah pustaka menyebutkan kota taman pertama di Indonesia adalah kawasan Menteng di Jakarta Pusat, yang dirancang arsitek Belanda. Sementara kota taman pertama di Indonesia hasil rancangan anak bangsa adalah kawasan Kebayoran Baru yang terletak di Jakarta Selatan. Arsitek kota taman Kebayoran Baru adalah Moh. Soesilo.
Sementara melihat kondisi Kebayoran Baru pada masa kini yang telah berubah menjadi kawasan bisnis dan usaha, seakan merusak landmark karya anak bangsa sendiri. Bahkan perubahan peruntukan ini seolah didukung oleh pemkot Jakarta Selatan. Padahal Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2000-2010 telah menetapkan sebagian besar kawasan Kebayoran Baru sebagai Kawasan Perumahan/Hunian. Maka, Kebayoran Baru seharusnya dilindungi dan dilestarikan sebagai contoh warisan budaya kota taman pertama karya anak negeri di Indonesia.
Menilik dari sejarah perkembangan Kota Jakarta, aset dan potensi Kebayoran Baru memang layak dikategorikan sebagai kawasan cagar budaya. Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Pada Pasal 1 (1) disebutkan, benda cagar budaya adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Dengan demikian, kota taman Kebayoran Baru yang telah berusia lebih dari 50 tahun telah memenuhi kriteria sebagai kawasan cagar budaya yang wajib dilindungi. Artinya, segala macam kegiatan preservasi, konservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, renovasi, dan atau revitalisasi dalam kawasan Kebayoran Baru, apalagi untuk kegiatan komersial, harus didahului kajian analisis dampak lingkungan dan sosial, serta studi kelayakan konservasi dan pengembangan kota, yang mendalam dan independen.
Kebayoran Baru merupakan adaptasi kota taman bergaya Eropa (Belanda) dalam iklim tropis sehingga sering disebut sebagai kota taman tropis yang banyak dikembangkan oleh Thomas Karsten di beberapa kota di Jawa (Bogor, Bandung, Malang) dan luar Jawa, di mana arsitek Moh. Soesilo adalah salah satu muridnya.
Kebayoran Baru memiliki konsistensi hierarki jalan dan peruntukan lahan yang jelas, mulai dari Blok A hingga Blok S. Sebagai kota taman, Kebayoran Baru dirancang didominasi ruang terbuka hijau (RTH) lebih dari 30 persen dari total luas kota Kebayoran Baru 720 hektar. Suatu hal yang kini sulit diwujudkan oleh Kota Jakarta sekarang maupun dalam perencanaan kota di Indonesia.
Taman kota (Taman Puring, Taman Patung Tumbuh Kembang, Taman Langsat, Taman Leuser, Taman Barito, Taman Christina Marta-Tiahahu, Taman PKK), taman pemakaman umum (TPU Blok P yang sudah digusur, TPU Kramat Pela), lapangan olahraga (Blok S yang bersejarah, Al Azhar), jalur hijau jalan raya, dan bantaran sungai saling menyatu dengan didominasi deretan pohon besar berusia puluhan tahun berdiameter lebih dari 50 sentimeter yang harus dilindungi.
Kebayoran Baru dikelilingi oleh sabuk hijau bantaran Kali Grogol di Barat dan Kali Krukut di timur, serta kompleks Gelora Bung Karno di utara. Fasilitas ruang publik dengan konsep taman-taman penghubung (connector park), seperti yang biasa ditemukan pada kota-kota taman di Singapura, Melbourne, atau London, disediakan dalam bentuk taman kota dan taman lingkungan yang tersebar sistematis, terencana, dan saling berhubungan tak terputus disesuaikan dengan peruntukan hunian.
Pemerintah daerah seharusnya dapat belajar di sini untuk diterapkan dalam pembangunan taman interaktif di perkampungan kumuh dan padat penduduk dan pengembangan RTH kota secara keseluruhan.
Kebayoran Baru juga masih memiliki cadangan RTH cukup luas yang merupakan halaman hijau bangunan, seperti di Hotel Dharmawangsa yang eksotik, American Club, Kantor Kejaksaan Agung RI, SMA 70 Bulungan, Kompleks Yayasan Al Azhar, Kantor Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, serta Mabes Polri.
Namun, jika tidak ada upaya negosiasi dengan pengelola lahan melalui pola kemitraan hijau, cadangan RTH tersebut dapat saja digusur setiap saat digantikan bangunan instansi pemilik lahan. Ironisnya, penggusuran RTH tampaknya akan terus berlanjut tanpa terkendali dan sanksi tegas, seperti pengurukan situ menjadi golf drive range, dan penggusuran TPU Blok P menjadi Kantor Wali Kota Jakarta Selatan (1997).
Perubahan peruntukan lahan diperparah dengan perubahan fungsi bangunan rumah menjadi tempat usaha secara tak terkendali dan telah merusak pembagian kapling (blok-blok) Blok A sampai Blok S, dan arsitektur bangunan khas, yang telah direncanakan sebelumnya. Bangunan-bangunan baru tumbuh menggusur bangunan lama dengan arsitektur yang tidak selaras dengan bangunan lama di sekitarnya.
Hasilnya adalah pemahaman bersama untuk mewujudkan pengembangan kota yang realistis untuk dibangun tanpa harus mengorbankan kualitas kota taman.
Komitmen dan konsistensi pelaksanaan pembangunan fisik kota harus diimbangi dengan konservasi RTH secara ketat dan disiplin dalam menata ruang kota, serta pengendalian fungsi bangunan rumah. Tidak semua lahan harus dipenuhi bangunan gedung perkantoran, ruko, mal, hotel, atau apartemen, dan tidak semua rumah harus dijadikan tempat usaha.
Kebayoran Baru sebagai kota taman merupakan aset, potensi, dan investasi RTH Kota Jakarta yang memiliki nilai ekologi, ekonomi, edukatif, dan estetis, yang notabene menjamin keberlanjutan lingkungan hidup kota dengan konsisten untuk kemudian menjadikan kota sebagai pusat perdagangan jasa dan tujuan wisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar